Berbicara tentang pendidikan sepertinya tidak akan pernah ada habisnya, pendidikan menjadi suatu tema yang sentral. Bagaimana tidak, pendidikan merupakan bagian penting dalam proses kemajuan suatu bangsa serta peradaban. Bahkan seorang Nelson Mandela berseru bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia. Dan, di tahun 2022/2023, pendidikamn Indonesia mendapat sebuah terobosan baru, yakni merdeka mengajar. Istilah merdeka belajar pertama kali disampaikan oleh Nadiem Makarim pada saat pidato Hari Guru Nasional tahun 2019. Pidato ini menjadi cikal bakal viralnya merdeka belajar di media sosial dan akhirnya melahirkan kurikulum baru yaitu kurikulum merdeka.
Pada mulanya, kurikulum merdeka dikenal dengan nama kurikulum prototipe untuk sekolah penggerak. Seiring berjalannya waktu, di tahun 2024, kurikulum merdeka mulai diterapkan secara nasional. Inti dari kurikulum merdeka adalah merdeka belajar. Konsep ini dibuat agar siswa dapat mendalami bakat dan minatnya masing-masing. Konsep ini jugalah yang akhirnya melahirkan sebuah istilah pembelajaran diferensiasi. Sebenarnya, pembelajaran diferensiasi bukan hal yang baru dalam dunia pendidikan, hanya saja istilah tersebut mulai familiar di saat kurikulum merdeka diterapkan. Lantas, apa itu pembelajaran diferensiasi?
Pembelajaran diferensiasi adalah pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar setiap siswa.
Dengan kata lain, pembelajaran diferensiasi mengakui bahwa setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik dari segi kemampuan, minat, bakat, serta kebutuhannya.Siswa haruslah menjadi pusat dalam pendidikan. Konsep ini sebenarnya sudah ada sejak lama, digaungkan oleh Ki Hadjar Dewantara, tokoh nasional yang secara signifikan memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan. Beliau juga dikenal dengan sebutan Bapak Pendidikan Nasional Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa setiap anak itu unik dan terlahir dengan minat dan bakat yang berbeda sesuai dengan kodratnya (Ki Hadjar Dewantara, 1928). Misalnya, jika dalam suatu kelas, terdapat siswa yang memiliki minat berbeda, maka tolok ukur yang dipkai untuk menilai tidak sama. Kemudian, siswa juga tidak bisa dipaksakan mempelajari suatu hal yang tidak disukai. Untuk itulah, dalam rangka mengembangkan imajinasi dan kreativitas kognisi, afektif, dan psikomotoriknya hadirlah pembelajaran diferensiasi. Ruang bagi peserta didik mengembangkan potensinya sebagai bekal di masa depan.
-Annisa Nurrahmawati-
Komentar
Posting Komentar